“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka kekhalifahan (berkuasa) di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (Qs. An Nuur : 55)
MUQADDIMAH
Kekhalifahan adalah suatu keniscayaan yang telah dijanjikan Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nuur: 55. Ia adalah suatu amanat yang Allah tawarkan kepada petala langit, kepada bumi dan kepada gunung-gunung, maka mereka enggan menerimanya, kemudian manusia menerima dan bersedia memikul beban kekhalifahan itu. Manusia pertama yang dipilih Allah sebagai khalifah adalah Adam . Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 30. Kemudian menyusul para Nabi dan Rasul sebagai khalifatullah fil 'ardl, hingga Nabi Muhammad, khalifah terakhir dari kalangan para Nabi dan Rasul. Namun kekhalifahan tidaklah berakhir dengan berakhirnya pengutusan Nabi sebagai khalifatullah. Rasulullah mengisyaratkan bahwa sepeninggal beliau tidak ada lagi namun kekhalifahan tetap berlanjut dalam bentuk jama'ah yang dipimpin oleh manusia biasa yang bukan Nabi, yang disebut Khalifah. Khalifah pertama yang bukan dari kalangan Nabi dan Rasul adalah Abu Bakar As-Shiddiq . Disusul kemudian oleh tiga khalifah berikutnya yang disebut Khalifah Rasyidah atau Khulafa'ur Rasyidin, kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, dan Utsmaniyyah di Turki yang berakhir tahun 1924 M.
MEMILIH JAMA'AH YANG BENAR
Sebagaimana kita maklumi bahwa khilafah pada mulanya berupa sebuah jama'ah. Baik kekhalifahan yang dipimpin oleh para nabi maupun yang bukan nabi. Hanya saja ketika jama'ah sudah kuat dan sudah tegak kekhalifahan secara utuh, maka khalifah selanjutnya tinggal melanjutkan dari pendahulu mereka. Perguliran khalifah, ada yang ditentukan dengan penunjukan dari khalifah sebelumnya seperti Umar bin Khattab, ada pula yang dipilih melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi atau dengan kesepakatan sebagian besar kaum Muslimin. Namun ketika kepemimpinan kaum Muslimin itu terputus, maka mesti memulai dengan membentuk jama'ah dengan sistem kekhalifahan seperti yang dilakukan Nabi Muhammad atau seperti yang dilakukan oleh Nabi Dawud , tidak seperti Nabi Sulaiman yang tinggal mewarisi dari Nabi Dawud, tidak pula seperti Abu Bakar yang tinggal meneruskan kekhalifahan yang dirintis oleh Rasulullah dan seterusnya. Kekhalifahan adalah sebuah jama'ah, masih kecil ataupun sudah besar. Oleh sebab itu Rasulullah senantiasa mewasiatkan agar kita tetap iltizam kepada jama'ah kaum Muslimin dan imamnya. Sementara dalam kenyataan di lapangan, banyak bentuk dan model jama'ah yang kita temukan, sehingga menuntut kita untuk memilih. Ketika dia banyak, Rasulullah menyebutnya sebagai firqoh, ada tujuh puluh tiga firqoh. Beliau tidak mengatakan 72 firqoh dan 1 jama'ah, tapi 73 firqoh, semuanya di Neraka kecuali satu, ya kecuali satu firqoh, yaitu Al-Firqotun Najiyah, yaitu yang menyerupai Beliau dan para sahabat, itulah Al-Jama'ah. Biasa juga disebut At-Tho'ifah Al-Manshuuroh.
MENENTUKAN SIKAP
Berangkat dari ayat 59 surah An-Nisa', setiap orang beriman diwajibkan memiliki tiga bentuk pembuktian ketaatan; yaitu taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan kepada Ulil Amri di antara mereka. Allah tentunya sudah tahu akan ada perselisihan dalam melaksanakan tiga ketaatan ini, maka lanjutan ayat itu Allah memberi batasan agar dapat meminimalisir konflik, yaitu dengan membatasi referensi dan rujukan. Firman Allah: “Jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih baik dan lebih utama takwilnya.” (QS. An-Nisa’/4: 59). Sebelum kita berbincang lebih jauh tentang tiga ketaatan ini, maka terlebih dahulu kita sepakati untuk hanya merujuk kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jika rujukan dibiarkan meluas kepada pendapat para ulama, maka bersiaplah untuk perdebatan yang tak berujung dan tak bertepi. Akankah kita terus berselisih tentang seseorang yang akan mengimami kita sementara azan sudah dikumandangkan dan waktu shalat sudah tiba? Akankah kita terus berselisih tentang syarat seorang imam, sementara kita masih berpecah belah?
Ketika Rasulullah wafat, para sahabat segera menentukan sikap, jama’ah kaum Muslimin tidak boleh dibiarkan tanpa imam. Rasulullah yang tadinya sebagai pemimpin mereka kini telah wafat, tidak mungkin ber-imam kepada orang yang telah wafat meskipun Nabi. Maka segera dibai'at Abu Bakar sebagai Khalifatur Rasulillah, meski kala itu beberapa sahabat besar tidak setuju beserta tidak kurang dari tiga ribu orang Islam tidak setuju dan tidak mau menyetorkan zakat kepada beliau, seperti yang biasanya mereka setor kepada Rasulullah. Khalifah Abu Bakar segera menentukan sikap, memerangi mereka…! Karena ada kekuatan dan ada kepemimpinan yang solid. Ketika keutuhan jama’ah kaum Muslimin di zaman Imam Ali tidak mampu lagi dipertahankan, terjadilah dualisme kepemimpinan, Ali atau Muawiyah. Bisa dibayangkan betapa sulit menentukan sikap kala itu. Ali adalah sahabat Rasulullah, Muawiyah juga sahabat dan juga pernah ikut berperang dengan Rasulullah . Lebih berat lagi bagi mereka yang tadinya berfihak dan fanatik kepada Ali, namun secara defacto dan de yure, kepemimpinan beralih ke tangan Muawiyyah setelah peristiwa tahkim. Alangkah sulitnya menentukan sikap. Namun bagaimanapun tidak ada pembenaran bagi mereka yang kala itu tidak ada bai'at di lehernya hingga mati. Sejarah kemudian mencatat bahwa setelah Ali, khalifah kaum Muslimin adalah Muawiyyah, dilanjutkan oleh putranya yaitu Yazid dan seterusnya Bani Umayyah menjadi Khalifah meski banyak yang tidak setuju. Meski banyak ulama yang memprotes dan mengutuk kekejaman Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi, namun ketika giliran Umar bin Abdul Aziz, semua mengacungkan jempol. Bani Umayyah memimpin hingga tahun 750 M. Ketika Bani Umayyah tidak mampu lagi mempertahankan eksistensi kekhalifahan di Baghdad, seorang dari Bani Abbasiyah menghimpun kesatuan ummat di Mesir, mengambil bai'at dari kaum Muslimin yang ada disana. Mulai dari beberapa orang hingga tumbuh menjadi besar. Bahkan tidak sedikit kalangan ulama yang menentang dengan dalih bahwa bai’at yang dilakukan kepada seorang khalifah mesti dilakukan secara massal oleh keseluruhan atau mayoritas kaum Muslimin, sementara jangankan di Baghdad yang masih fanatik dengan dinasti Umayyah, di Mesir saja, saat itu baru minoritas kaum Muslimin yang bersedia berbai’at kepada khalifah baru yang bukan Bani Umayyah ini. Akan tetapi Abul Abbas As-Safa’ah terus saja menggalang persatuan hingga semakin banyak kaum Muslimin yang sadar akan pentingnya membangun kembali kekhalifahan meskipun bukan dari kalangan Bani Umayyah, setidaknya, inilah yang mampu mereka lakukan saat ini agar ummat Islam punya Ulil Amri yang mereka taati sesuai perintah Allah QS. An-Nisa: 59. Akhirnya jamaah kecil yang diprakarsai oleh Abul Abbas As-Safa’ah ini berhasil juga menghimpun kekuatan. Tahun 750 M, tegaklah kembali Khilafah Islamiyah meski dalam kondisi yang masih sangat lemah dengan kecaman disana sini, bahkan dari kalangan yang berpredikat ulama'. Baru kemudian khilafah ini menguat pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar Rasyid (786-808). Sekitar 35 tahun dari saat pertama dirintis oleh Abul Abbas As Safaah. Mereka yang tadinya mencemooh kekhalifahan di bawah Bani Abbasiyah ini, pada masa Harun Ar Rasyid, barulah mereka mengacungkan jempol. Seiring perjalanan waktu, kekhalifahan Bani Abbasiyah ini mengalami pasang surutnya, hingga bangsa Tartar akhirnya berhasil memporak-porandakan barisan kaum muslimin hingga runtuhlah kekhalifahan Bani Abbasiyah pada masa khalifah terakhirnya yaitu Al Musta'shim Billah (1242-1258). Berbagai upaya dilakukan dan berbagai kebijakan diambil untuk mengembalikan kekhalifahan kaum muslimin, namun tidak kunjung membuahkan hasil. Lebih kurang tiga setengah tahun ummat Islam hidup tanpa naungan seorang khalifah (1258-1261), hingga akhirnya Al Mustanshir Billah, yang berkedudukan di Mesir berhasil membentuk sebuah kepemimpinan yang akhirnya dicatat sejarah sebagai pelanjut Khilafah Islamiyah. Kekhalifahan ini berlanjut hingga tahun 1517 M yang ditutup oleh kepemimpinan Al Mutawakkil ‘Alallah III. Maka berakhirlah kekhalifahan Islam yang berpusat di Mesir. Ketika Ummat Islam di Mesir tidak mampu lagi mempertahankan kepemimpinan khilafah, tidak ada lagi yang dapat meneruskan kekhalifahan menggantikan Al-Mutawakkil III ini, nun jauh disana, di dataran Turkistan, seorang yang bernama Salim, berupaya menghimpun kekuatan Ummat Islam dibawah kepemimpinan beliau. Tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah, disamping karena dia bukan keturunan Bani Abbasiyah, tempatnya pun jauh di dataran Turkistan, namun Salim tetap gigih memperjuangkan tegaknya kekhalifahan dan kesatuan Ummat hingga berdirilah sebuah kota terkenal di Turki yang disebut Islam Bull, sekarang Istambul. Inilah babak baru kekhalifahan Utsmaniyah, hingga berlanjut selama 407 tahun. Tahun 1924 M kekhalifahan Turki Utsmani inipun mengalami keruntuhan. Sejak saat itu ummat Islam hidup tanpa naungan seorang khalifah, hingga tahun 1997 seorang berketurunan Arab di Indonesia memaklumatkan kekhalifahan dan menyerukan kepada seluruh kaum muslimin sedunia untuk segera bersatu padu menyambut dan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah Khilafatul Muslimin. Ini juga tentunya bukan pekerjaan yang mudah, perlu pribadi pribadi yang punya jiwa sangat besar dan keberuntungan yang agung untuk berani menentukan sikap. Penentangan terhadap babak baru kekhalifahan ini berkisar pada sah atau tidaknya seorang Abdul Qadir Baraja' untuk disebut sebagai Khalifah. Mana wilayah kekuasaannya, berapa bala tentara yang dimiliki, apa yang dapat dilakukan khalifah untuk menolong kaum muslimin yang teraniaya di berbagai penjuru dunia, serta sudahkah para ulama dunia turut merestui kekhalifahan beliau?
ISTIQOMAH HINGGA AKHIR
Sesungguhnya mereka yang mengatakan Rabb kami Allah kemudian istiqomah, niscaya turun kapada mereka para malaikat, jangan lah takut ataupun bersedih hati, dan berilah berita gembira dengan syurga yang telah dijanjikan. Ketika seorang muslim telah yakin dengan jalan yang ditempuhnya, maka hendaknya tetap istiqomah hingga akhir hayat dikandung badan.
PENUTUP
Semoga kita termasuk orang orang yang tulus dan jujur untuk dipilih Allah sebagai pelaku dan pelaksana tegaknya kekhalifahan Allah diakhir zaman ini yang oleh Rasulullah saw disebut Khilafah 'ala minhaajin nubuwwah. Aamiin. (Ustadz Zulkifli Rahman Al Kateeb Amir Daulah Indonesia Timur)
No comments:
Post a Comment