Donasi Iklan

Monday, October 19, 2015

PENGAWASAN KEUANGAN DALAM ISLAM

Berbicara mengenai pengawasan keuangan dalam Islam tentu tidak terlepas dari institusi keuangan itu sendiri. Dalam masyarakat Islam terdapat beberapa institusi keuangan diantaranya Baitul maāl  Lembaga ini bertujuan mengumpulkan Dana dari berbagai sumber dengan cara yang di halalkan menurut Allah Dan Rasulnya Seperti Zakat, Infaq, Pajak Ahlul Kitab, Keuntungan Perusahaan Kekhalifahan Islam, harta sitaan, Ghanimah, Dan lain-lain.
Dalam ekonomi konvensional Baitul maal  dapat disamakan dengan lembaga perbankan atau disebut juga dengan bank sentral dikarenakan kesamaan fungsi dan kedudukanya. Yaitu bergerak dibidang jasa dan mempunyai wewenag untuk menciptakan uang melalui pemberian hutang kepada pihak pemerintah, produsen, konsumen atau pengusaha. Namun yang menjadi pertanyaan bagi kita apakah konsep Baitul maal  ada pada masa Rasulullah? Atau ia hanya sekedar wacana?
Kalau kita membuka lembaran sejarah Islam, Rasulullah mempunyai tempat untuk menyimpan harta peperangan, dimana Rasululluah pernah menyuruh Mahmiah untuk membayar mas kawin dua orang sahabat dari uang tabungan Khumus. Begitu juga dengan kondisi pengusaha pada waktu itu. pedagang berasal dari berbagai kabilah, mereka mempunyai suatu tempat untuk berkumpul yang terkenal dengan Dar al-Nadwah atau sekarang dikenal dengan index market.
Rasulullah sangat berhati-hati dalam membelanjakan uang yang ada di Baitul maal , karena ia merupakan sebagai amanah sekaligus harta kepunyaan Allah yang harus digunakan dengan cara yang paling baik, hal yang sama juga dilakukan oleh para sahabatnya.
Umar mengatakan tidak seorang muslim yang memiliki Fai kecuali apa yang dimiliki oleh tangan kanannya (menurut hasil usahanya), ini menandakan bahwa harta baitul maāl tidak boleh diambil sembarangan, Umar telah meletakkan dasar pengawasan terhadap penggunaan harta baitul maāl dengan beberapa kriteria, sebagaimana berikut ini:
1. seandainya ia dapat diterima secara benar
2. seandainya ia dapat diberi secara benar
3. seandainya ia dapat dijaga dari kesalahan
Menjaga harta baitul maal seperti menjaga harta anak yatim. Sebagai mana dikatakan umar seandainya aku orang kaya aku tidak menggunakannya satu rupiahpun, seandainya aku miskin akan ku pakai sepatutnya saja atau dengan cara yang tepat, setiap yang ada padamu itu berharga bagiku, setiap orang muslim berhak atas harta baitul maāl, harta itu semuanya berharga bagi aku dan tidak akan disiasiakan.
Ketika Umar mengetahui Abu Hurairah yang bertugas sebagai pengutip zakat menginvestasi harta pribadinya dalam bentuk perniagaan serta mengambil uang zakat untuk menambah investasinya, ia didakwa oleh Umar telah mencuri harta Allah
Ali juga meletakkan beberapa landasan mengenai penggunaan dan pengawasan harta baitul maāl melalui dua cara:
1. Harta baitul maal dipakai hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok ia dan keluarganya saja.
2. Kemudian ia mengumumkan kepada rakyak harta yang telah dipakai.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui betapa penting penggunaan harta baitul maāl. Sehingga para Sahabat Rasul betul-betul menunjukkan akuntabilitas dan tranfaransi mereka dalam menggunakan dana ummat . Selain itu dapat juga kita lihat moralitas tinggi yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan, hal ini tercermin dari tingkah laku mereka dalam menghimpun dan mengalokasikan dana ummat. Yang menjadi pertanyaan kita sejauh mana kewenangan masyarakat dalam mengawasi keuangan  Baitul Maal
Pengawasan keuangan merupakan tanggung jawab semua masyarkat, namun tanggung jawab ini menjadi amanah bagi masyarakat yang memahami dibidang tersebut, hal ini ditunjukkan oleh Abu Saudak dan Abū-Dhar Al-Ghifārĩ sebagai Ulama terkemuka. Sewaktu Muawiyyah menjabat sebagai gubernur Syiria di bawah Khalifah Utsman, mengatakan harta baitul maāl itu milik Allah, dan ummat Islam tidak berhak menikmatinya. Maka Abu Saudak mengajak Abū-Dhar Al-Ghifārĩ untuk menentang Muawiyyah, setelah dikritik oleh Abū-Dhar Al-Ghifārĩ beliau baru merubah memanggilnya dengan harta yang berhak dimiliki oleh ummat Islam
Hal yang sama ditunjukkan oleh Ibn Umar sewaktu dipanggil oleh Muawiyah untuk diminta pendapatnya mengenai pembangunan yang di laksanakan oleh Muawiyah di Damaskus (Syiria), lalu Ibn Umar berpendapat: Jika kamu membangunnya dengan menggunakan harta Allah, maka kamu telah melakukan suatu pelanggaran atas kepercayaan, bahkan jika ia merupakan uang pribadimu maka kamu tergolong pemborosan
Disini Ibn Umar tidak segan-segan mengkritik kebijakan pemerintah yang melakukan pembangunan infrastruktur di Dimaskus, kalau kita melihat dalam literatur ekonomi Islam ada beberapa kemungkinan kritikan Ibn Umar ini pertama alokasi belanja negara untuk pembangunan infrastruktur di Dimaskus tidak begitu penting, disebabkan masih banyak kebutuhan pokok masyarakat yang belum terpenuhi. Prioritas utama dalam pembangunan menurut ekonomi Islam bukan sekedar pembangunan fisik tetapi mencakupi pembangunan spiritual dan fisik, apalagi pembangunan fisik yang hanya terfokus di perkotaan sedangkan di pedesaan tidak tersentuh sama sekali.
Begitu juga dengan Abdul Malik mengkritik Abdullah Bin Zubair kerana ia tidak bijaksana dalam mengalokasikan keuangan negara, yang merupakan harta milik Allah, seolah-olah ia membelanjakan harta warisan orang tuanya
Adapun upaya untuk menjaga terjadinya penyelewengan dan menjustifikasikannya dengan mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak tepat dalam penggunaan harta baitul maal . Harta baitul maal bukan milik penguasa, maka tidak tepat jika kita menjumpai penguasa (pemerintah) yang kaya sedangkan rakyatnya miskin, bukan berarti Islam menolak kekayaan, akan tetapi pemilik harta sebenarnya adalah kepunyaan Allah, kita dapat melihat kisah Umar sewaktu memakai pakaian yang tidak pernah dilihat oleh rakyatnya dan beliau langsung ditanyanya min aina laka hazha? (darimana kamu perolehinya?)
Ini menandakan peta kekayaan ummat Islam sudah sudah bisa dibaca oleh masyarakat, sehingga tidak terjadi prasangka buruk terhadap kekayaan individu apalagi bagi mereka yang mempunyai kekuasaan  Adapun Pengawasan Keuangan Dalam Kekhalifahan Islam  meliputi:   Pemeriksaan Baitul Maal , mengontrol administrasi keuangan , Memeriksa Laporan keuangan, Memeriksa Buku catatan, memeriksa kwitansi dan bon pengeluaran, menghitung uang dengan tanganya sendiri, Melaporkan hasil pemeriksaan tentang kondisi keuangan  agar tertibnya Administrasi  dan menggandakan hasil Pemeriksaan untuk di laporkan kepada Amirnya, Penataan dan pengamanan Kwitansi agar memudahkan pemeriksaan ulang oleh petugas Harisul Maaliyah adapun untuk Kebijakan Amir bisa juga di adakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan personal  dalam pelaksanaan tugas, mengkader warga untuk di persiapkan menjadi  Harisul Maaliyah,  Membuat Propsal untuk mengundang petugas Harisul Maliyah dari berbagai wilayah  dalam hal ini harisul maaliyah bekerja sama dengan petugas baitulmaal  dan pihak yang terkait. (Dari Berbagai Sumber)

No comments:

KHILAFATULMUSLIMIN MASIH EKSIS

Oleh : Wuri Handoyo Awal bulan juni 2022 yang lalu, media Nasional ramai memberitakan tentang penangkapan sejumlah petinggi Khilafatul Musli...