JAMA’AH / KHILAFATUL MUSLIMIN ini berazaskan Islam dan kemerdekaan;bertujuan memakmurkan bumi dan mensejahterakan umat manusia, melalui pelaksanaan ajaran Allah dan Rasul-Nya bersama kebebasan penterapan ajaran semua agama sebagai ‘’PRINSIP DASAR JAMA”AH; tanpa memperkenankan seorang warganya membuat suatu aturan/ ketentuan/ norma-norma yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri
Sungguh kejayaan yang dicapai kaum muslimin di masa dahulu hanyalah karena mereka mampu mempertahankan keutuhan ummat di bawah sistem khilafah dengan membuktikan sam’an wa tho’atan kepeda Ulil Amri mereka. Apabila sistem kepemimpinan Islam tidak lagi mempertahankan kesatuan kaum muslimin maka di saat itu pulalah potensi ummat Islam mulai melemah, wibawa mereka mulai memudar dan ummat terpecah belah menjadi berkeping-keping dan bergolong-golongan menuju kehancuran.Semestinya hal tersebut tidak boleh terjadi; di mana ancaman Allah dan Rosul terhadap perpecahan itu sudah cukup jelas; dan secara rasionil dapat dipahami bahwa perpecahan suatu ummat tak mungkin menghasilkan kekuatan kecuali hanya akan menghasilkan kelemahan dan kehancuran.
Poin inilah yang seharusnya terlebih dahulu diupayakan oleh orang-orang yang tulus ikhlas, agar taasshub golongan, kebanggaan suku/ ras dan watak-watak jahiliah lainnya dapat ditekan, demi terciptanya kembali Wihdatul Ummah meraih kejayaan Islam. Untuk hal tersebut tidak ada jalan lain kecuali timbul kesadaran kaum muslimin tersendiri untuk mempersatukan diri di bawah satu sistem kepemimpinan Islam yaitu Sistem Khilafah Islamiyah sebagai khilafatul muslimin tanpa menyebut-nyebut golongan apapun.
Apabila ummat Islam tidak hidup di bawah sistem Khilafah, maka kaum muslimin berarti hidup di bawah sistem non Islami. Demi menghindari hal tersebut, konon khabarnya Almarhum Imam S.M Kartosuwiryo telah memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949, dengan cita-cita berdirinya kekhalifahan di muka bumi ini/ Kholifah fil ardi, di mana pada kenyataannya saat ini kekholifahan kaum muslimin atau Khilafatul Muslimin telah hancur semenjak tahun 1924 di Turki di bawah kekhalifahan Utsmaniyah atas konspirasi Barat yang anti kesatuan Islam.
Kiranya perlu kesadaran kaum Muslimin mensponsori kembali kepemimpinan Islam yakni tegaknya Khilafatul Muslimin, guna meneruskan apa yang telah dicita-citakan oleh para pendahulu kita di negeri ini, tanpa melupakan mereka sebagai Assabiquna Awwalun agar mendapat do’a restu dari orang-orang terdahulu yang tulus ikhlas, sehingga terwujud kesatuan kaum muslimin Internasional di bawah satu kepemimpinan ulil amri orang-orang yang beriman yang wajib mereka dengar dan mereka taati.Dengan demikian pelaksanaan zakat dan pembagian tugas lain-lainnya dapat dikoordinir secara benar dan baik sesuai ajaran.
Berlanjutnya perpecahan secara berlarut-larut yang membawa kehancuran Islam adalah suatu kenyataan yang sangat di-idam-idamkan oleh syetan musuh kebenaran/ Alhaq. Untuk hal tersebut maka sudah pernah diadakan kongres Khilafah di Kairo Mesir selama satu pekan dari tanggal 1-7 Dzulkaidah 1344 H dan juga pernah diadakan kongres ummat Islam sedunia di Mekkah, pada tahun 1926 namun mereka tak sampai kepada memutuskan adanya seorang Kholifah/Amirul Mu’minin sebagai Ulil Amri ummat Islam sedunia. Kiranya kegagalan tersebut tidak perlu terulang lagi untuk ke sekian kalinya. Maukah dan mampukah ummat
Islam mendukung “KHILAFATUL MUSLIMIN”? Jawabannya adalah terletak pada kesadaran kaum muslimin sendiri yang akan menentukan kemudian apakah khilafatul muslimin akan meraih kesuksesan ataupun tidak sebab tanpa dukungan ummat maka kerja para pengurus khilafatul muslimin hanya akan sukses dalam pikiran dan ucapan belaka.
Mungkin masih banyak orang yang berpendapat, bahwa kepemimpinan Islam (Ulil Amri) hanya sah kalau sudah menang dan jika kalah maka kepemimpinannya tidak sah lagi. Pendapat sedemikian ini adalah pendapat yang keliru, karena benar dan salah itu tidak diukur dengan kemenangan ataupun kekalahan, sedang kenyataaan, …..jelas bukan standar kebenaran.
Islam mendukung “KHILAFATUL MUSLIMIN”? Jawabannya adalah terletak pada kesadaran kaum muslimin sendiri yang akan menentukan kemudian apakah khilafatul muslimin akan meraih kesuksesan ataupun tidak sebab tanpa dukungan ummat maka kerja para pengurus khilafatul muslimin hanya akan sukses dalam pikiran dan ucapan belaka.
Mungkin masih banyak orang yang berpendapat, bahwa kepemimpinan Islam (Ulil Amri) hanya sah kalau sudah menang dan jika kalah maka kepemimpinannya tidak sah lagi. Pendapat sedemikian ini adalah pendapat yang keliru, karena benar dan salah itu tidak diukur dengan kemenangan ataupun kekalahan, sedang kenyataaan, …..jelas bukan standar kebenaran.
Perwakilan khilafatul muslimin harus dibentuk di seluruh dunia dan untuk mewujudkannya secara dan damai dan legitimet perlu terblebih dahulu kita meraih dukungan mayoritas ummat, sebagaimana dicontohkan oleh Rosulullah saw sebelum beliau hijrah ke Madinah, ya’ni ketika Bai’at Aqobah yang kedua Rosulullah meminta dari setiap bani yang ada agar menentukan seorang mas’ul yang akan mewakili anggota/ ummatnya masing-masing, sehingga terdapat 12 orang orang mas’ul saat itu yang harus bertanggung jawab terhadap ummatnya masing-masing, jadi bukan Rosulullah sendiri yang menentukan mas’ulul ummahnya.
Maka hendaklah para warga di setiap perwakilan khilafatul muslimin bermusyawarah untuk menunjuk seorang mas’ulnya yang mereka percayai sehingga setiap mas’ul benar-benar mewakili ummatnya. Jika sekiranya dalam satu kabupaten/ kotamadya terdapat 50 ataupun 100 mas’ul, maka 50 atau 100 orang mas’ul itulah yang berkewajiban memilih satu di antara mereka menjadi seorang Amir Ummil Quro’ yang akan bertanggung jawab terhadap seluruh mas’ul yang terdapat dalam wilayahnya. Selanjutnya, jika terdapat umpamanya 20 ataupun 30 Amir Ummil Quro’ dalam satu propinsi, maka mereka pulalah yang berhak dan berkewajiban menunjuk salah seorang di antara para Amir itu, menjadi seorang Amir lagi di tingkat propinsi yang disebut Amirul Wilayah, di mana kemudian para Amirul Wilayah itulah yang akan menentukan seorang Amirud Daulah.
Apabila di atas dunia ini terdapat 50 atau 1000 Amirud Daulah , tentunya merekalah yang akan menentukan siapa yang sepatutnya menjadi Amirul Mu’minin di atas permukaan bumi ini/ di tingkat Internasional yang benar-benar legitimet karena memang berakar dari bawah dan telah mendapatkan dukungan dari mayoritas ummatnya. Demikianlah pemilu kaum muslimin dalam rangka mewujudkan ke” KHOLIFAHAN ISLAM “ secara damai tanpa menghabiskan biaya milyaran. Demikianlahkekholifaan Islam terbentuk secara alami atas kehendak ummatnya sendiri; maka Khilafatul Muslimin memiliki ahlul hilli wal aqdi di tingkat masing-masing maka merekalah yang berhak menentukan kapan seharusnya kepemimpinan diganti secara damai.
Oleh karena itu, Khilafatul Muslimin tidak merasa perlu berbicara tentang kepolisian/ ketentaraan dan rencana peperangan dalam mensponsori terwujudnya seorang Kholifah/ Amirul Mu’minin/ Imam umat Islam sedunia sebagai Ulil Amri mereka ; kecuali hanya memikirkan bagaimana caranya agar umat Islam memahami tanggung-jawabnya dalam merealisir ajaran Allah dan Rosul-Nya benar-benar menjamin kebebasan ummat lain untuk melaksanakan peribadatan agama mereka masing-masing, sesuai ajaran Al-Kitab yang mereka miliki. Legitimasi yang didapatkan oleh seorang pemimpin dari ummatnya melalui perwakilan-perwakilan yang mereka pilih sendiri; tentu akan dapat mempertahankan keutuhan ummat Islam dan mencegah perpecahan yang telah diharamkan Allah dan Rosul-Nya, serta akan mampu pula mencegah pertikaian ummat beragama dan kerusuhan-kerusuhan lainnya Insya Allah.
(Dari kebangkitan dan Keruntuhan Khilafah Oleh Al Ustadz Abdul Qodir Hasan Baraja/ Kahlifah Amirul Muminin Khilafatul Muslimin)
No comments:
Post a Comment